Jakarta, Bidik-kasusnews.com – Penyanyi legendaris Fariz RM menghadapi tuntutan enam tahun penjara dan denda sebesar Rp800 juta subsider enam bulan kurungan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan penyalahgunaan narkotika yang menjeratnya. Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (4/8/2025), setelah dua kali mengalami penundaan sebelumnya.
Jaksa mendakwa Fariz RM melanggar Pasal 114, 112, dan 111 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ketiga pasal itu umumnya digunakan untuk menjerat pelaku pengedar narkoba.
Namun, kuasa hukum Fariz RM, Deolipa Yumara, menilai dakwaan jaksa terlalu berat dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Menurutnya, kliennya hanyalah seorang pengguna yang seharusnya dipandang sebagai korban ketergantungan, bukan pelaku kejahatan.
> “Fakta-fakta di persidangan menunjukkan jelas bahwa Fariz adalah pengguna, bukan pengedar. Tapi ia tetap dikenai pasal-pasal berat. Ini sangat tidak adil,” tegas Deolipa usai sidang.
Deolipa juga mengkritik pendekatan hukum yang masih kaku dan belum berpihak pada upaya rehabilitasi pengguna narkoba. Ia menyebut tuntutan enam tahun penjara justru bertentangan dengan semangat penyelamatan korban penyalahgunaan narkotika.
> “Seharusnya pengguna seperti Fariz RM diselamatkan, bukan dihancurkan. Ini seperti orang yang sudah jatuh, masih ditimpa tangga dan ember pula,” sindir Deolipa.
Pihak kuasa hukum menyatakan akan mengajukan pembelaan (pledoi) dalam sidang berikutnya, baik dari Fariz RM secara pribadi maupun dari tim hukumnya. Selain itu, mereka berencana mengirim surat kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, guna meminta pengampunan hukum dalam bentuk abolisi atau amnesti.
> “Kalau koruptor bisa diberi amnesti, mengapa tidak bagi korban narkoba? Kami akan bersurat kepada Presiden demi menyelamatkan kehidupan seseorang yang seharusnya direhabilitasi, bukan dipenjara,” lanjutnya.
Lebih jauh, Deolipa mengingatkan bahwa Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) pun pernah menyatakan bahwa pengguna narkoba sebaiknya direhabilitasi, bukan dipenjara. Pernyataan itu, katanya, seharusnya menjadi dasar perubahan pendekatan dalam penegakan hukum kasus narkotika.
Sidang lanjutan dijadwalkan dalam waktu dekat dengan agenda pembacaan pledoi dari pihak terdakwa. Kuasa hukum berharap majelis hakim mempertimbangkan fakta persidangan secara objektif dan memberikan putusan yang berkeadilan serta berorientasi pada pemulihan, bukan penghukuman semata.(Agus)