JATENG:Bidik-kasusnews.com
Jepara – 17-juni-2025-Bencana ekologis dalam bentuk abrasi pantai kini menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Kabupaten Jepara. Enam desa pesisir teridentifikasi berada dalam zona merah abrasi, dengan tingkat kerusakan yang terus meningkat setiap tahunnya.
Bupati Jepara, Witiarso Utomo, dalam agenda “Ngantor di Desa” yang digelar Selasa (17/6/2025) di Desa Menganti, Kecamatan Kedung, menyampaikan bahwa upaya penanganan abrasi telah menjadi fokus strategis pembangunan daerah.
“Daratan kita terkikis hingga 50 meter dalam setahun. Ini bukan hal sepele. Dua desa seperti Tanggultlare dan Bulak Baru sudah sangat mendesak untuk diselamatkan,” ujar Witiarso dalam kunjungannya di pesisir Dukuh Tlare, Desa Tanggultlare.
Menurut Bupati, enam desa yang terdampak abrasi yakni Desa Tanggultlare, Bulak Baru, Kalianyar, Panggung, dan dua desa lain yang juga masuk zona risiko tinggi. Dari enam desa tersebut, dua di antaranya sudah menunjukkan gejala kehilangan daratan yang signifikan dan mendekati batas pemukiman warga.
Sebagai bentuk respon, Pemkab Jepara telah menyusun rencana pembangunan infrastruktur penahan abrasi, mulai dari sea wall (tanggul laut), sabuk pantai, hingga pemecah gelombang. Usulan tersebut telah diajukan ke pemerintah pusat sebagai proyek prioritas nasional.
“Estimasi kebutuhan anggaran masih kami hitung, kemungkinan akan rampung dalam dua pekan ke depan. Kita berharap masuk dalam program percepatan penanganan bencana iklim di tingkat pusat,” jelasnya.
Abrasi di pesisir Jepara bukan hal baru. Menurut Kosnadi, Petinggi Desa Tanggultlare, dampak abrasi sudah terasa sejak akhir 1980-an. Kala itu, satu dukuh di desanya yang berjarak dua kilometer dari pantai harus direlokasi akibat terkikis laut.
“Saat itu sekitar 150 KK dipindahkan. Kini, jarak ke pantai tinggal 200 meter. Kalau dibiarkan, bisa habis sepuluh tahun lagi,” ujarnya. Saat ini, Dukuh Tlare dihuni sekitar 250 KK atau 750 jiwa.
Penanganan abrasi membutuhkan sinergi lintas sektor. Pemerintah daerah, pusat, dan masyarakat diharapkan bekerja bersama menghadapi krisis ini, yang tak hanya mengancam fisik wilayah, tapi juga kelangsungan hidup generasi penerus.
Program “Ngantor di Desa” sendiri menjadi media efektif Pemkab Jepara dalam menyerap langsung aspirasi masyarakat sekaligus meninjau kondisi riil di lapangan—sebuah pendekatan partisipatif yang penting dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan.(Wely-jateng)