Cireb,Bidik-kasusnews.com – Kesabaran warga Cirebon Timur akhirnya mencapai batas. Bertahun-tahun menanti perbaikan jalan yang tak kunjung terealisasi, warga menggelar aksi protes unik sekaligus penuh sindiran, Sabtu (12/4/2025).
Dimulai dari Desa Gebang Ilir, Kecamatan Gebang, aksi ini mencuri perhatian publik. Warga menabur ikan lele di lubang-lubang jalan sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah daerah yang dianggap abai terhadap kondisi infrastruktur.
Meski diguyur hujan deras, konvoi kendaraan tetap melaju hingga ke Kecamatan Babakan—menandakan kemarahan warga yang sudah tak terbendung.
“Ini murni aksi kepedulian masyarakat. Jalan ini rusak sejak 2018. Dulu dijanjikan akan diperbaiki pada 2022 oleh Bupati, tapi hingga kini tak ada realisasi,” tegas H. Dade Mustofa Efendi, koordinator aksi.
Menurut Dade, jalan rusak yang dimaksud bukan sekadar jalur alternatif, melainkan akses utama menuju rumah sakit, sekolah, dan pasar tradisional. Kondisinya yang dipenuhi lubang dan genangan air menjadi ancaman nyata bagi keselamatan warga.
“Kalau pemerintah tak sanggup kelola APBD atau melobi pusat, berarti Pemerintah gagal. Hari ini kami turun karena janji hanya tinggal janji,” lanjutnya.
Aksi ini tak hanya keras, tapi juga kreatif. Selain tabur lele, warga menggelar potong tumpeng dan mandi rumput sebagai sindiran terhadap perayaan Hari Jadi Kabupaten Cirebon ke-543.
“Pemerintah bilang Cirebon mentereng, tapi bagi kami Cirebon Timur tetap gupak (kotor). Kalau jalan masih seperti ini, di mana letak kemewahannya?” ujar Dade menyindir.
Warga menolak solusi tambal sulam. Mereka menuntut betonisasi sebagai bentuk perbaikan permanen, mengingat pentingnya fungsi jalan dan beban kendaraan yang melintasinya setiap hari.
“Kami ingin kualitas jalan yang layak. Bukan solusi setengah hati. Betonisasi adalah kebutuhan, bukan kemewahan,” tegas Dade.
Aksi ini mendapat respons langsung dari Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Teguh Rusiana Merdeka, yang hadir di lokasi. Ia mengapresiasi keberanian warga dan menyatakan bahwa DPRD telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp10 miliar untuk betonisasi jalan hingga ke ujung Jalan Parbuara.
“Saya mewakili DPRD mengucapkan terima kasih atas gerakan ini karena berhasil membuka mata Pemerintah. Tapi ini masih dalam proses. Jika hingga Agustus belum juga dikerjakan, jangan salahkan masyarakat jika kembali turun ke jalan,” ujar Teguh.
Aksi warga Cirebon Timur bukan sekadar protes atas jalan rusak. Ini adalah simbol perlawanan terhadap ketimpangan pembangunan—sebuah jeritan dari rakyat yang merasa dilupakan.
Kini, publik menunggu: akankah Pemerintah menepati janjinya, atau kembali menutup mata terhadap penderitaan warga?
Asep Rusliman