JAKARTA – BIDIK-KASUSNEWS.COM – Polemik penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika kembali mengemuka dalam sidang perkara penyalahgunaan narkoba yang menjerat musisi senior Fariz RM. Perdebatan terjadi lantaran ahli hukum pidana dan ahli hukum narkotika memiliki pandangan berbeda mengenai bagaimana seharusnya UU tersebut ditegakkan.
Dalam persidangan, ahli hukum pidana menilai kasus narkotika harus diproses secara pidana murni dengan pendekatan represif, termasuk pemberian sanksi penjara untuk memberi efek jera. Namun, ahli hukum narkotika berpendapat sebaliknya, bahwa narkotika sejatinya adalah obat sehingga UU Narkotika lebih tepat dipandang sebagai bagian dari hukum internasional dengan pendekatan medis dan rehabilitatif.
“Undang-undang Narkotika itu bukan semata undang-undang pidana. Di dalamnya terkandung double track system, yakni sistem peradilan represif dan sistem peradilan rehabilitatif. Sayangnya, selama ini aparat penegak hukum lebih banyak menggunakan pendekatan pidana,” ujar salah satu ahli di persidangan.dikutif dari IG Komjen Pol (Pur) Dr. Anang Iskandar, SIK., SH., MH
Sistem rehabilitatif berfokus pada pemulihan penyalah guna agar dapat kembali ke masyarakat dan mengurangi residivisme, sementara sistem represif menitikberatkan pada pemberian sanksi tegas demi melindungi masyarakat serta menegakkan ketertiban hukum.
Kasus Fariz RM yang telah tercatat sebagai residivis sebanyak tiga kali dinilai menjadi tantangan bagi hakim. Pertanyaannya, apakah ia dikategorikan sebagai penyalah guna yang berhak atas rehabilitasi atau justru sebagai pengedar yang layak dijatuhi hukuman pidana.
Perdebatan ini menjadi krusial lantaran di Indonesia, hukum narkotika tidak secara khusus diajarkan sebagai mata kuliah hukum di perguruan tinggi maupun lingkungan aparat penegak hukum. Hal itu membuat implementasi UU Narkotika kerap disamakan dengan hukum pidana umum.
Para ahli mengingatkan agar hakim lebih cermat dalam mempelajari dan menafsirkan UU Narkotika, agar tidak keliru dalam menjatuhkan putusan terhadap terdakwa.(Gs)