Bidik-kasusnews.com
Jakarta, 9 Agustus 2025 — Sebuah pengakuan mengejutkan dari mantan anggota Komisi XI DPR RI membuka babak baru penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang semestinya ditujukan untuk program sosial, justru diduga mengalir ke kantong politisi di Senayan—bahkan tak menutup kemungkinan ke parlemen daerah.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa keterangan kunci ini berasal dari tersangka Satori (ST), mantan legislator yang kini menjadi pusat pusaran kasus dugaan korupsi CSR periode 2020–2023.
> “Menurut pengakuan ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. Tentunya kami akan mendalami keterangan dari saudara ST ini,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (7/8) malam, dikutip dari ANTARA (8/8/2025
KPK sudah memanggil beberapa nama besar di Komisi XI periode 2019–2024, termasuk Fauzi Amro, Charles Meikyansyah, Ecky Awal Mucharam, dan Dolfie Othniel Frederic Palit. Asep menegaskan, pintu penyidikan tetap terbuka bagi kemungkinan keterlibatan pihak di DPRD.
Kasus ini berawal dari Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menemukan indikasi transaksi mencurigakan. Sejak Desember 2024, KPK telah bergerak, menggeledah Gedung BI (16/12/2024) dan Kantor OJK (19/12/2024).
Puncaknya, pada 7 Agustus 2025, KPK menetapkan Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG)—yang kini masih aktif sebagai anggota DPR RI periode 2024–2029—sebagai tersangka. Fokus penyidikan diarahkan pada dugaan penyalahgunaan dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dan Penyuluh Jasa Keuangan (PJK) selama tiga tahun anggaran, 2020 hingga 2023.
Jika dugaan ini terbukti, kasus CSR BI–OJK bukan sekadar skandal korupsi, melainkan potret buram hubungan kekuasaan dan distribusi dana publik.
(Wely)