JATENG:Bidik-kasusnews.com
Jepara – Pelaku industri furnitur di Kabupaten Jepara mulai merasakan tekanan setelah Amerika Serikat resmi menerapkan tarif resiprokal sebesar 32% terhadap produk impor, termasuk furnitur asal Indonesia. Kebijakan yang diberlakukan sejak 9 April 2025 itu menjadi tantangan baru bagi eksportir, terutama bagi mereka yang bergantung pada pasar AS.
Salah satu yang terdampak adalah PT Raisa Furnitur, perusahaan yang berlokasi di kawasan Bandengan, Jepara. Setiap tahunnya, perusahaan ini mengekspor hingga 12 kontainer furnitur ke Negeri Paman Sam, dengan nilai per kontainer mencapai 30 ribu USD.
“Baru berjalan beberapa hari, tapi efeknya sudah terasa. Dua dari tiga kontainer yang rencananya akan dikirim terpaksa kami tunda,” ujar Hadiyatu Nasiah, Manajer Marketing PT Raisa Furnitur, Jumat (11/4/2025).
Ia juga menyampaikan kekhawatirannya karena belum ada pesanan baru dari buyer AS, padahal biasanya dua pekan setelah Lebaran, order sudah mulai masuk. Ketidakpastian ini diperparah oleh kondisi ekonomi global yang sedang lesu.
Pasar Tradisional Terancam, Diversifikasi Jadi Jalan Keluar
AS selama ini menjadi salah satu pasar utama bagi industri furnitur Jepara. Berdasarkan data ekspor tahun 2024, dari total 589 juta USD nilai ekspor seluruh komoditas Jepara, sektor furnitur kayu menyumbang lebih dari 174 juta USD. Sebanyak 151 eksportir aktif menyalurkan produk ke 54 negara, termasuk AS.
Namun kini, dengan dikenakannya tarif tinggi, pelaku usaha mulai mempertimbangkan untuk menjajaki pasar alternatif. Negara-negara seperti Belgia, Inggris, Jerman, Prancis, hingga Australia disebut-sebut sebagai tujuan ekspor potensial di tengah gejolak pasar global.
Pemkab Jepara Turun Tangan
Menanggapi kondisi tersebut, Bupati Jepara Witiarso Utomo menyatakan akan segera menggelar pertemuan dengan para eksportir. Selain mendengarkan keluhan, pemerintah daerah juga akan mengevaluasi strategi ekspor dan membuka peluang ke pasar-pasar non-tradisional.
“Kami memahami kekhawatiran para pelaku usaha. Pemerintah daerah akan memfasilitasi dialog dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk menjaga daya saing ekspor kita,” ungkapnya.
Meski demikian, Witiarso tetap optimistis. Ia menilai bahwa produk Jepara masih memiliki keunggulan kompetitif, bahkan dibanding beberapa negara pesaing. “Vietnam misalnya, dikenakan tarif hingga 40 persen oleh AS. Kita masih lebih ringan. Ini masih bisa menjadi celah untuk mempertahankan pasar,” ujarnya.
Menanti Langkah Pemerintah Pusat
Seiring meningkatnya tensi perang dagang global, pelaku industri berharap pemerintah pusat segera mengambil langkah strategis. Dukungan dalam bentuk diplomasi dagang, insentif fiskal, hingga penguatan promosi internasional menjadi harapan besar agar industri furnitur lokal tak kehilangan pasar utamanya.
Jepara, yang selama ini dikenal sebagai pusat furnitur berkelas dunia, kini tengah menata langkah untuk menghadapi gelombang baru perdagangan internasional yang penuh tantangan.(Wely-jateng)
Sumber: Diskominfo jepara