JATENG:Bidik-kasusnews.com
Semarang, 29 Mei 2025 — Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sedang mempersiapkan langkah besar dalam dunia perbankan daerah. Sebanyak 33 Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR BKK) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota akan dikonsolidasikan menjadi satu entitas Bank Syariah pada tahun 2026. Rencana ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Konsolidasi PT BPR BKK se-Jawa Tengah menjadi Bank Syariah, yang saat ini sedang digodok oleh DPRD Jateng.
Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, menyampaikan bahwa konsolidasi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional bank daerah. “Dengan konsep konsolidasi ini, tentu akan lebih efisien, salah satunya dari sisi manajemen. Dari 33 direksi, nanti akan menjadi satu saja. BPR BKK yang ada di kabupaten/kota akan dijadikan cabang,” ungkapnya usai rapat paripurna DPRD Jateng pada Rabu (28/5).
Langkah ini juga dinilai strategis karena akan menciptakan Bank Syariah daerah pertama di Indonesia yang terbentuk dari penggabungan puluhan entitas BPR. Diperkirakan, total aset gabungan bank syariah ini mencapai Rp12 triliun.
Konsolidasi ini mengacu pada regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 7 Tahun 2024, yang memberikan payung hukum bagi penggabungan BPR di bawah entitas tunggal. Pemerintah provinsi berharap Bank Syariah hasil merger ini mulai berjalan efektif pada tahun 2027.
Pandangan Pemerintah Daerah
Namun demikian, rencana besar ini memunculkan pertanyaan dari sejumlah pihak, terutama di tingkat kabupaten/kota. Pemerintah daerah tentu menjadi pihak yang paling terdampak dari penggabungan ini, karena masing-masing BPR BKK saat ini dikelola secara lokal dan memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Salah satu pertanyaan penting yang muncul adalah: Bagaimana sikap dan kesiapan pemerintah kabupaten/kota terhadap perubahan besar ini?
Konsolidasi dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing, namun di sisi lain, pemerintah daerah perlu memastikan bahwa pelayanan kepada masyarakat tetap optimal dan kontribusi terhadap PAD tidak menurun. Apalagi, dalam skema baru nanti, manajemen akan tersentralisasi di provinsi, sementara pemerintah kabupaten/kota hanya menjadi pengelola cabang.
Pemerintah daerah juga perlu memperhatikan aspek pengawasan, peran pemegang saham lokal, serta kepastian hukum terhadap hak-hak pegawai dan keberlangsungan program-program kredit mikro yang selama ini dijalankan secara lokal oleh BPR BKK.
Harapan dan Tantangan
Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah, Setya Ari Nugroho, menyampaikan apresiasinya terhadap inisiatif ini, terutama dalam konteks penguatan ekonomi syariah dan efisiensi kelembagaan. Namun, ia juga menegaskan pentingnya partisipasi aktif pemerintah kabupaten/kota dalam proses transisi.
Masyarakat dan pelaku usaha kecil menengah (UMKM) juga menaruh harapan besar terhadap keberlanjutan layanan keuangan inklusif yang selama ini dijalankan BPR BKK.
Dengan demikian, konsolidasi ini bukan hanya soal efisiensi kelembagaan, tetapi juga menyangkut bagaimana pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat bekerja sama memastikan bahwa reformasi ini benar-benar berdampak positif bagi masyarakat, khususnya di tingkat akar rumput.(Wely-jateng)
Sumber:jatengprov.go.id