JATENG:Bidik-kasusnews.com
Pokok-pokok Pikiran DPRD atau yang biasa disebut Pokir, merupakan bagian dari proses perencanaan pembangunan daerah. Pokir berasal dari hasil reses atau penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Nantinya, usulan-usulan ini diharapkan bisa masuk ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Secara konsep, pokir bertujuan baik, yaitu agar pembangunan yang direncanakan pemerintah benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya, pokir sering kali dianggap sebagai celah yang rawan disalahgunakan dan berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi.
Bagaimana Pokir Bisa Disalahgunakan?
Beberapa kasus di berbagai daerah menunjukkan bahwa oknum anggota dewan bisa menyalahgunakan pokir untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Bentuk penyimpangan yang kerap terjadi antara lain:
1. Proyek Titipan
Oknum dewan menitipkan proyek kepada dinas teknis dengan rekanan (kontraktor) tertentu yang sudah “diatur”.
2. Permintaan Fee atau Komisi
Pokir menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan pribadi, misalnya dengan meminta fee kepada pihak rekanan yang mendapatkan proyek dari usulan pokir.
3. Penyelewengan Prosedur
Beberapa pokir dipaksakan masuk ke RKPD tanpa melalui prosedur resmi seperti Musrenbang atau tanpa melalui seleksi teknis yang layak.
4. Tumpang Tindih Program
Usulan pokir kadang tumpang tindih dengan program yang sudah ada, sehingga membuat anggaran menjadi boros dan tidak efektif.ungkap LSM yang tidak mau di sebut namanya Senin 9/6/2025
Contoh Kasus Nyata
Beberapa kasus terkait pokir telah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)Salah satu contohnya, menetapkan 6 orang tersangka dalam kasus suap proyek di Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan seusai operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (15/3/2025).dikutip dari kompas.com,7-maret-2025
Mengapa Pokir Perlu Diawasi Ketat?
Pokir pada dasarnya adalah hak setiap anggota DPRD untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. Namun jika tidak diawasi dengan baik, pokir justru bisa menjadi sumber masalah. Oleh karena itu, pengawasan terhadap pelaksanaan pokir harus ditingkatkan, antara lain dengan:
Meningkatkan transparansi usulan pokir, termasuk siapa pengusul dan berapa nilai anggarannya.
Melibatkan masyarakat dan media dalam memantau pelaksanaan proyek-proyek hasil pokir.
Memperkuat peran inspektorat dan lembaga penegak hukum dalam melakukan audit dan penindakan jika ada penyimpangan.
Penutup
Pokir seharusnya menjadi jalan agar pembangunan daerah benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun jika tidak dilaksanakan dengan jujur dan terbuka, pokir justru bisa menjadi ladang korupsi. Perlu komitmen bersama antara DPRD, pemerintah daerah, dan masyarakat agar pokir bisa berjalan sebagaimana mestinya: untuk rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi.(Wely)