JATENG;Bidik-kasusnews.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan perubahan batas akhir pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk periode tahun 2024. Semula, batas akhir pelaporan dijadwalkan pada 31 Maret 2025, namun kini telah diperpanjang hingga 11 April 2025. Alasan Pengunduran Batas Akhir Pelaporan Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan berbagai faktor, terutama terkait dengan efisiensi pelaporan. Salah satu pertimbangan utama adalah periode libur dan cuti bersama dalam rangka perayaan Hari Raya Idul Fitri 1446 H, yang dapat mempengaruhi kelancaran proses pelaporan bagi penyelenggara negara. Dengan adanya perpanjangan ini, diharapkan para penyelenggara negara memiliki waktu yang cukup untuk menyelesaikan dan menyampaikan laporan harta kekayaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Harapan KPK terhadap Pelaporan LHKPN KPK menegaskan bahwa perpanjangan waktu ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan penyelenggara negara dalam melaporkan harta kekayaan mereka secara tepat waktu, lengkap, dan benar. Selain itu, KPK mengimbau agar setiap pimpinan dan satuan pengawas internal di berbagai institusi, termasuk kementerian, lembaga, pemerintah daerah, serta BUMN/BUMD, turut berperan aktif dalam mengawasi kepatuhan para penyelenggara negara dalam pelaporan LHKPN. LHKPN sebagai Instrumen Pencegahan Korupsi LHKPN merupakan salah satu instrumen penting dalam upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Melalui transparansi dalam pelaporan harta kekayaan, penyelenggara negara dapat menunjukkan integritasnya dan membantu dalam membangun sistem pemerintahan yang lebih bersih serta akuntabel. KPK mengingatkan seluruh penyelenggara negara untuk segera menyusun dan melaporkan LHKPN mereka sebelum tenggat waktu yang telah ditetapkan. Untuk informasi lebih lanjut mengenai proses pelaporan, penyelenggara negara dapat mengakses laman resmi KPK di www.kpk.go.id atau menghubungi Call Center KPK di nomor 198. Dengan adanya perpanjangan batas waktu ini, diharapkan seluruh penyelenggara negara dapat lebih tertib dalam memenuhi kewajibannya serta mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.(Wely-jateng) Sumber:www.kpk.go.id.(30/03/2025)
JATENG:Bidik-kasusnews.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan perubahan batas akhir pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) untuk periode tahun 2024. Semula dijadwalkan berakhir pada 31 Maret 2025, kini batas akhir pelaporan diperpanjang hingga 11 April 2025. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan berbagai faktor, terutama terkait dengan efisiensi pelaporan. Salah satu pertimbangan utama adalah adanya periode libur dan cuti bersama dalam rangka perayaan Hari Raya Idul Fitri 1446 H yang dapat mempengaruhi kelancaran proses pelaporan. “Pengunduran batas akhir ini diharapkan dapat memberikan kesempatan dan waktu yang cukup kepada seluruh penyelenggara negara untuk menyelesaikan proses pelaporan harta kekayaan periode 2024 sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Tessa melalui keterangan tertulis pada Minggu (30/3/2025). Lebih lanjut, Tessa menekankan bahwa KPK berharap perpanjangan waktu ini dapat meningkatkan kepatuhan penyelenggara negara dalam melaporkan harta kekayaannya. Kepatuhan ini mencakup ketepatan waktu pelaporan serta kelengkapan dan kebenaran isi laporan. KPK juga mengimbau setiap pimpinan maupun satuan pengawas internal di berbagai institusi, baik kementerian, lembaga, pemerintah daerah, maupun BUMN/BUMD, untuk ikut serta dalam mengawasi dan memantau kepatuhan para penyelenggara negara dalam pelaporan LHKPN. “LHKPN menjadi bagian penting dalam transparansi pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara, yang merupakan salah satu instrumen pencegahan korupsi yang efektif,” tandas Tessa. Dengan adanya perpanjangan waktu ini, diharapkan para penyelenggara negara dapat lebih optimal dalam menyampaikan laporan mereka, sehingga upaya pemberantasan korupsi di Indonesia semakin kuat dan transparan.(Wely-jateng) Sumber:RM.id(30/03/2025)
JATENG:Bidik-kasusnews.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap berbagai modus penipuan yang dilakukan oleh pihak tidak bertanggung jawab dengan mencatut nama KPK. Penipuan ini semakin marak, terutama di daerah, sehingga KPK telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) agar informasi ini dapat disebarluaskan ke seluruh pemerintah daerah. Modus Penipuan yang Sering Terjadi Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa ada berbagai cara yang digunakan pelaku untuk menipu masyarakat dengan mengatasnamakan KPK. Berikut beberapa modus yang kerap terjadi: 1. Dokumen dan Identitas Palsu Pelaku membuat surat, kartu identitas, atau dokumen lain yang menggunakan logo atau nama KPK untuk menipu korban. 2. Penipuan Melalui Telepon dan Media Sosial Oknum yang mengaku sebagai pegawai KPK menghubungi korban melalui telepon atau media sosial dan meminta uang atau data pribadi dengan dalih menangani perkara tertentu. 3. Mengaku sebagai Penyidik KPK Penipu berpura-pura menjadi penyidik KPK yang sedang menangani sebuah kasus dan meminta sejumlah uang agar kasus tersebut dihentikan. 4. Penyalahgunaan Atribut KPK Seragam, lencana, dan atribut berlogo KPK sering digunakan pelaku untuk menipu atau mengintimidasi korban. 5. Mengaku Sebagai Mitra Resmi KPK Ada pihak yang mengatasnamakan organisasi atau lembaga sebagai mitra resmi KPK untuk menggalang dana atau menawarkan bantuan hukum palsu. 6. Lowongan Kerja Palsu Pelaku menawarkan rekrutmen pegawai KPK palsu dan meminta biaya administrasi kepada korban. Penegasan KPK: Jangan Mudah Tertipu! KPK menegaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya, pegawai KPK selalu dilengkapi dengan surat tugas dan identitas resmi. Selain itu, KPK tidak pernah meminta atau menerima imbalan dalam bentuk apa pun dari masyarakat. KPK juga tidak membuka kantor cabang di daerah dan tidak bekerja sama dengan media atau pihak lain yang menggunakan nama KPK untuk kepentingan tertentu. Dalam menangani perkara, KPK tidak menunjuk pihak lain untuk mengurus atau menyelesaikan suatu kasus. Semua layanan dan perangkat sosialisasi dari KPK diberikan secara gratis. Laporkan Jika Menemukan Penipuan! Jika masyarakat menemukan indikasi penipuan yang mengatasnamakan KPK, segera laporkan ke: Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) di Gedung Merah Putih KPK, Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta 12950. Call Center KPK: 198 Website: https://www.kws.kpk.go.id WhatsApp: 0811 959 575 Email: pengaduan@kpk.go.id Dengan meningkatkan kewaspadaan dan melaporkan tindakan mencurigakan, masyarakat dapat membantu memberantas praktik penipuan yang mencoreng nama baik KPK serta melindungi diri dari kerugian. Jangan mudah percaya dengan pihak yang mengaku sebagai KPK tanpa bukti yang jelas!(Wely-jateng) Sumber:www.kpk.go.id.(25/03/2025)
JATENG:Bidik-kasusnews.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan komitmennya dalam pemulihan aset negara melalui lelang barang rampasan hasil tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Lelang yang digelar secara online pada Kamis, 6 Maret 2025, ini berhasil menghasilkan pemasukan sebesar Rp42,35 miliar yang langsung disetorkan ke kas negara. Direktur Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi KPK, Mungki Hadipratikto, menyatakan bahwa barang rampasan yang dilelang kali ini berhasil mencapai harga optimal. “Dari total 82 lot yang dilelang, 60 lot berhasil terjual, sementara 3 lot mengalami wanprestasi. Total hasil lelang yang disetorkan ke negara mencapai Rp42.354.291.000,” ujar Mungki. Rincian Hasil Lelang Lelang yang dilakukan oleh KPK mencakup berbagai jenis aset, baik barang tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, maupun barang bergerak seperti kendaraan dan barang mewah lainnya. Berikut adalah rincian hasil lelang: 1. Barang Tidak Bergerak (Tanah dan Bangunan) Dua bidang tanah beserta bangunan di Jakarta Selatan terjual dengan nilai Rp37,92 miliar. Dua unit apartemen di Jakarta Pusat dan Jakarta Timur laku dengan harga Rp1,27 miliar. Total hasil lelang dari kategori ini mencapai Rp39,2 miliar dari nilai limit awal Rp38,77 miliar. 2. Barang Bergerak (Kendaraan, Barang Mewah, dan Elektronik) Enam unit mobil terjual dengan nilai Rp1,55 miliar dari nilai limit awal Rp1,33 miliar. Dua unit sepeda motor laku dengan harga Rp700 juta, sesuai dengan nilai limit awal. Empat lot barang mewah (luxury goods) terjual dengan nilai Rp576,3 juta dari nilai limit awal Rp320,1 juta. Satu unit jam tangan berhasil dilelang dengan nilai Rp87,8 juta, naik dari harga awal Rp79,9 juta. Sejumlah 26 lot tas bermerek terjual dengan total Rp230,8 juta. Empat belas lot telepon genggam laku dengan nilai Rp162,5 juta. Dua perangkat lunak komputer dilelang dengan harga Rp11,7 juta. Satu paket peralatan golf terjual seharga Rp12 juta. Meski sebagian besar barang laku, masih ada 22 lot yang belum terjual serta 3 lot yang mengalami wanprestasi. Barang-barang ini akan kembali dilelang di kesempatan berikutnya atau bisa dialihkan melalui hibah dan penetapan status penggunaan (PSP) kepada instansi pemerintah. Lelang 203 Aset dari 24 Perkara Inkracht Lelang ini merupakan bagian dari upaya KPK dalam pemulihan aset negara dari 24 perkara korupsi yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Sebelumnya, KPK telah mengumumkan lelang 203 aset barang rampasan dengan total nilai Rp86,54 miliar. Dari jumlah tersebut, aset tidak bergerak memiliki nilai limit keseluruhan Rp83,36 miliar, sedangkan aset bergerak senilai Rp3,18 miliar. Lelang barang rampasan ini merupakan bagian dari strategi trisula pemberantasan korupsi, yang mencakup pencegahan, penindakan, dan pemulihan aset. Dengan adanya lelang ini, masyarakat juga dapat berkontribusi dalam mendukung pemulihan keuangan negara. KPK juga mengapresiasi peran Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta III sebagai perantara dalam pelaksanaan lelang ini. Ke depan, KPK akan terus mengoptimalkan pemulihan aset negara dari hasil tindak pidana korupsi untuk memperkuat efek jera bagi para pelaku dan memulihkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang bersih. Penutup Keberhasilan KPK dalam melelang barang rampasan ini membuktikan bahwa pemulihan aset adalah bagian penting dalam pemberantasan korupsi. Namun, langkah ini perlu diiringi dengan strategi lain seperti edukasi antikorupsi, penguatan pengawasan, serta penegakan hukum yang lebih tegas. Apakah menurut Anda langkah ini sudah cukup efektif dalam memberantas korupsi, atau masih ada hal lain yang perlu diperbaiki? (Wely-jateng) Sumber:www.kpk.go.id(19/03/2025)
JATENG:Bidik-kasusnews.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan komitmennya dalam mencegah praktik korupsi di lingkungan pemerintahan dengan mengeluarkan Surat Edaran Ketua KPK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya. Dalam edaran tersebut, KPK mengingatkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Penyelenggara Negara (PN) untuk menolak segala bentuk gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugasnya, terutama dalam momen perayaan Hari Raya Idul Fitri 1446H. Larangan Penerimaan Gratifikasi KPK menekankan bahwa permintaan dana, hadiah, atau tunjangan hari raya (THR) dalam bentuk apapun, baik secara individu maupun atas nama institusi, dari masyarakat, perusahaan, atau sesama ASN/PN adalah tindakan yang dilarang. Praktik ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan bertentangan dengan peraturan serta kode etik, bahkan dapat berujung pada tindak pidana korupsi. Lebih lanjut, KPK juga mengimbau agar pimpinan kementerian/lembaga/pemerintah daerah (K/L/PD) serta BUMN/BUMD melarang penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. Fasilitas dinas hanya boleh digunakan untuk keperluan kedinasan, bukan untuk kepentingan pribadi, termasuk dalam perayaan hari besar keagamaan. Tanggung Jawab Perusahaan dan Masyarakat Selain mengingatkan ASN dan PN, KPK juga meminta pimpinan perusahaan, asosiasi, serta masyarakat untuk berperan aktif dalam pencegahan korupsi dengan tidak memberikan atau menerima gratifikasi dalam bentuk apapun yang bisa dikategorikan sebagai suap atau uang pelicin. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan budaya kerja yang bersih dan transparan di lingkungan pemerintahan maupun sektor swasta. Mekanisme Pelaporan Gratifikasi Jika dalam kondisi tertentu ASN atau PN tidak dapat menolak gratifikasi, maka mereka wajib melaporkannya kepada KPK dalam waktu maksimal 30 hari kerja setelah penerimaan. Pelaporan dapat dilakukan melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL) yang dapat diakses di https://gol.kpk.go.id, atau melalui email pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id. Selain itu, masyarakat dan ASN juga dapat memperoleh informasi lebih lanjut mengenai pengendalian gratifikasi dan pencegahan korupsi melalui platform https://jaga.id, layanan konsultasi via WhatsApp +6281145575, atau menghubungi Call Centre KPK di nomor 198. Mewujudkan Budaya Antikorupsi Dengan adanya edaran ini, KPK berharap semua pihak, terutama ASN dan PN, dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya menolak gratifikasi dan menerapkan budaya antikorupsi dalam setiap aspek kehidupan. Transparansi dan integritas harus menjadi landasan utama dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai abdi negara, sehingga dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi. Masyarakat juga diharapkan ikut berperan aktif dalam pengawasan, sehingga praktik gratifikasi dan suap tidak lagi menjadi bagian dari budaya birokrasi di Indonesia. Dengan kerja sama semua pihak, upaya pemberantasan korupsi dapat semakin efektif dan berdampak positif bagi kemajuan bangsa.(Wely-jateng) Sumber:www.kpk.go.id(15/03/2025)
Bidik-Kasusnews.com Jakarta, 19 Maret 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatra Selatan, pada Rabu (19/3/2025). Penggeledahan ini terkait dengan kasus dugaan suap yang melibatkan beberapa pejabat daerah. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, membenarkan adanya penggeledahan tersebut. “Betul hari ini ada giat penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik terkait perkara tangkap tangan di OKU. Namun, untuk rilis resminya termasuk lokasi, baru akan disampaikan saat seluruh rangkaian kegiatan sudah selesai semua,” ujar Tessa. Kepala Dinas PUPR dan Anggota DPRD OKU Jadi Tersangka Dalam kasus ini, KPK menetapkan Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah (NOP), sebagai tersangka bersama beberapa anggota DPRD dan pihak swasta. Mereka yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah: 1. Ferlan Juliansyah (FJ) – Anggota Komisi III DPRD OKU 2. M. Fahrudin (MFR) – Ketua Komisi III DPRD OKU 3. Umi Hartati (UH) – Ketua Komisi II DPRD OKU 4. M. Fauzi (MFZ) alias Pablo – Pihak swasta 5. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) – Pihak swasta Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengatakan bahwa keenam tersangka langsung ditahan untuk 20 hari pertama guna kepentingan penyidikan. “Penyidik selanjutnya melakukan penahanan tersebut kepada enam tersangka selama 20 hari,” ujar Setyo. OTT dan Barang Bukti Uang Miliaran Rupiah Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu (15/3/2025) di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Dalam operasi ini, delapan orang diamankan, termasuk Kepala Dinas PUPR OKU dan beberapa anggota DPRD. Wakil Ketua KPK, Fitroh Cahyanto, mengungkapkan bahwa dalam OTT tersebut, tim penyidik menemukan uang tunai sebesar Rp2,6 miliar yang diduga terkait dengan suap proyek di daerah tersebut. “Benar, dalam operasi senyap ini tim penindakan mengamankan uang Rp2,6 miliar,” kata Fitroh saat dikonfirmasi, Minggu (16/3/2025). Dugaan Suap Proyek Infrastruktur Daerah Meski belum ada pernyataan resmi mengenai kasus ini, kuat dugaan bahwa suap tersebut berkaitan dengan proyek infrastruktur di OKU. Kasus ini menambah daftar panjang korupsi di sektor pembangunan daerah, yang sering kali melibatkan kerja sama antara pejabat eksekutif, legislatif, dan pihak swasta. KPK berjanji akan terus mengusut tuntas kasus ini dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru. “Kami masih terus mendalami dan mengembangkan penyidikan untuk melihat keterlibatan pihak lain,” ujar Setyo Budiyanto. Dengan penangkapan ini, diharapkan menjadi peringatan bagi pejabat daerah lainnya agar tidak terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan masyarakat. Publik pun menantikan perkembangan lebih lanjut dari kasus ini.(Wely-jateng) Sumber:rri.co.id(19/03/2025)
JATENG:Bidik-Kasusnews.com Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI, Indra Iskandar, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020. Selain Indra, enam orang lainnya juga turut ditetapkan sebagai tersangka. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, membenarkan penetapan tersangka ini. “Untuk tujuh orang tersangka, Indra Iskandar selaku pengguna anggaran dan kawan-kawan,” ujarnya saat dikonfirmasi wartawan di Jakarta pada Jumat (7/3/2025). Kasus Korupsi Pengadaan Sarana Rumah Jabatan Kasus ini berawal dari dugaan penyimpangan dalam pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI pada tahun anggaran 2020. KPK mulai melakukan penyidikan sejak 23 Februari 2024 dan menemukan indikasi bahwa ada vendor yang memperoleh keuntungan di luar ketentuan. Akibat dugaan korupsi ini, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Namun, KPK masih menunggu hasil perhitungan resmi dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk memastikan jumlah pastinya. Proses Hukum Masih Berjalan Meski sudah menetapkan tujuh tersangka, KPK belum melakukan penahanan. Lembaga antirasuah ini menyatakan bahwa informasi lebih lanjut, termasuk identitas enam tersangka lainnya serta pasal yang disangkakan, akan diumumkan dalam konferensi pers mendatang. KPK menegaskan akan terus mengusut kasus ini dan menelusuri aliran dana yang terlibat. Publik kini menantikan perkembangan lebih lanjut dari kasus ini, termasuk kemungkinan penahanan dan proses hukum yang akan dijalani para tersangka. Sumber:suarasurabaya.net(8/03/2025) (Wely-jateng)