Majalengka Bidik-kasusnews.com – Polsek Kadipaten Polres Majalengka Polda Jabar melaksanakan kegiatan pengecekan terhadap bangunan yang ambruk di SMPN 1 Kadipaten, Desa/Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka. Kejadian ambruknya atap dan tembok ruang Lab/Keterampilan tersebut terjadi pada Rabu, 23 April 2025 sekitar pukul 09.58 WIB. Kegiatan pengecekan ini dipimpin langsung oleh Kapolsek Kadipaten AKP Budi Wardana, S.Pd., beserta jajaran anggota Polsek Kadipaten. Dari hasil pengecekan di Tempat Kejadian Perkara (TKP), diketahui bahwa bangunan yang mengalami kerusakan memiliki luas sekitar 10 x 8 meter dengan tinggi 3 meter. Berdasarkan hasil olah TKP, penyebab ambruknya atap dan tembok diduga karena kondisi material bangunan yang sudah tidak layak, mengingat usia bangunan mencapai 20 tahun dan dua hari sebelumnya wilayah tersebut diguyur hujan deras. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini karena ruangan dalam keadaan kosong. Kapolres Majalengka AKBP Willy Andrian, S.H., S.I.K., M.H. melalui Kapolsek Kadipaten menyampaikan keprihatinannya atas kejadian ini dan menegaskan pentingnya pemeriksaan berkala terhadap bangunan sekolah guna mencegah insiden serupa di masa mendatang. Pihak kepolisian juga telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan setempat untuk melakukan evaluasi bangunan lainnya yang berpotensi mengalami kerusakan. Langkah cepat Polsek Kadipaten dalam menerima laporan, mendatangi TKP, mencatat keterangan saksi-saksi, dan berkoordinasi dengan pihak terkait menjadi bukti nyata kehadiran Polri yang responsif dan humanis di tengah masyarakat. Polsek Kadipaten juga telah melaporkan kejadian ini kepada pimpinan sebagai bentuk transparansi dan tanggung jawab institusi. (Asep Rusliman)
SUKABUMI, Bidik-kasusnews.com – Bupati Sukabumi H. Asep Japar menegaskan komitmennya dalam mendorong percepatan pembentukan Koperasi Desa Merah Putih sebagai bagian dari upaya membangun kemandirian ekonomi dari tingkat desa. Hal itu disampaikan dalam pertemuan bersama ratusan kepala desa dan pemangku kepentingan di Aula Sekretariat Daerah Kabupaten Sukabumi, Palabuhanratu, Rabu (23/4/2025). Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Koperasi Nomor 1 Tahun 2025 tentang pembentukan 80.000 koperasi di seluruh Indonesia. Kabupaten Sukabumi menargetkan pembentukan 386 koperasi desa dan kelurahan. Bupati Asep Japar, atau yang akrab disapa Asjap, mengapresiasi progres yang telah dicapai. Hingga kini, 337 desa telah melaksanakan musyawarah desa khusus (musdesus) dan menyerahkan laporan pembentukan koperasi. “Kita ingin ekonomi tumbuh dari desa. Kehadiran koperasi ini adalah bagian dari strategi pembangunan yang merata dan berkeadilan,” tegas Asjap. Ia menekankan bahwa koperasi tidak hanya menjadi amanat nasional, tetapi juga bagian dari visi pembangunan daerah yang mendorong desa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Pemerintah daerah, lanjutnya, siap mendukung penuh percepatan pembentukan koperasi, termasuk fasilitasi administrasi dan legalitas. Dalam kesempatan tersebut, Bupati juga mengumumkan dua program penunjang lainnya, yaitu layanan kesehatan gratis berbasis KTP di seluruh puskesmas dan bantuan modal usaha tanpa bunga bagi lebih dari 1.300 UMKM aktif di desa. “Dengan koperasi, layanan kesehatan, dan dukungan UMKM, kita dorong desa-desa Sukabumi menjadi poros utama pembangunan ekonomi kerakyatan,” pungkasnya. (DICKY)
Sukabumi, Bidik-kasusnews.com – Jalan poros usaha tani di Kampung Gunung Cupu, RT 001 RW 001, Desa Wanajaya, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, kini mulai mengalami kerusakan. Dikabarkan ruas jalan tersebut dibangun menggunakan Dana Desa (DD) tahap 2 tahun anggaran 2024 sebesar kurang lebih Rp 93 juta, dengan volume panjang 540 meter dan lebar 2 meter. Pembangunan jalan dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TPKD). Namun, baru satu tahun berjalan, jalan sudah mulai rusak dan berlubang. Warga menyebut kerusakan disebabkan faktor alam seperti tanah labil dan cuaca ekstrem, serta berharap pemerintah desa segera melakukan perbaikan. Kepala Desa Wanajaya, Dedi, saat dikonfirmasi pada, Senin (21/4/2025) membenarkan kondisi tersebut. Ia menyatakan wajar bila terjadi kerusakan, mengingat struktur tanah di lokasi rawan longsor. “Sudah hampir satu tahun, jadi cukup wajar mulai rusak,” ucapnya. Menanggapi pemberitaan salah satu media online yang menyebut pengerjaan jalan menggunakan alat bambu, Kades Dedi mengklarifikasi bahwa bambu digunakan sebagai penyangga di lokasi tanah yang labil, bukan sebagai material utama pembangunan. “Itu upaya teknis untuk menyesuaikan dengan kondisi tanah yang mudah amblas,” jelasnya. Ia juga menegaskan, Pemerintah Desa Wanajaya akan mengalokasikan Dana Desa tahap selanjutnya untuk memperbaiki jalan tersebut. “Insya Allah, kami akan segera perbaiki agar akses usaha tani tetap berjalan lancar,” ucap Dedi.(DICKY/WAHYU)
SUKABUMI, BIDIK-KASUSnews.com SUKABUMI – Jalan rabat beton di Kampung Gunung Cupu, RT 001 RW 001, Desa Wanajaya, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, saat ini dikeluhkan warga. Proyek yang dibangun dengan Dana Desa (DD) tahap 2 tahun anggaran 2024 senilai sekitar Rp 93 juta tersebut mulai menunjukkan kerusakan. Jalan yang memiliki panjang 540 meter dan lebar 2 meter tersebut dibangun oleh Tim Pelaksana Kegiatan Desa (TPKD) sebagai akses utama warga menuju lahan pertanian. Namun ironis, hanya kurang dari satu tahun setelah selesai dibangun, permukaan jalan mulai berlubang dan rusak. Warga menilai, rusaknya jalan tersebut diakibatkan oleh faktor alam seperti hujan deras dan kondisi tanah yang labil. Mereka berharap pihak desa segera melakukan rehabilitasi karena jalan ini menjadi satu-satunya akses vital. Kepala Desa Wanajaya, Dedi, mengonfirmasi kondisi tersebut. Ia menyebutkan bahwa kerusakan terjadi akibat kondisi tanah yang kurang stabil serta cuaca ekstrem. ” Terkait pemakaian bambu sebagai penyangga pada pembangunan lalu adalah upaya teknis menyesuaikan karakter tanah,” kata Dedi. Dedi menegaskan, pihak desa berencana mengalokasikan kembali anggaran Dana Desa tahap selanjutnya untuk memperbaiki rabat beton yang rusak agar kembali bisa digunakan warga secara maksimal, pungkasnya . (DICKY/Wahyu )
Sukabumi, Bidik-kasusnews.com SUKABUMI – Pemerintah Kabupaten Sukabumi kembali menunjukkan komitmennya dalam melestarikan budaya dan lingkungan melalui kegiatan Sedekah Bumi yang digelar di Kampung Cilodor, Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, pada Minggu (20/4/2025). Acara tersebut dibuka langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sukabumi, H. Ade Suryaman. Dengan mengusung tema “Gunung Teu Menang Dilebur, Sagara Teu Menang Dirusak, Buyut Teu Meunang Dirusak”, kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang ritual tahunan, tetapi juga momentum penting untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kearifan lokal. “Sedekah Bumi adalah simbol rasa syukur atas karunia alam sekaligus refleksi untuk menjaga kelestariannya. Ini adalah pesan moral dari leluhur yang harus terus dijaga,” kata Sekda dalam sambutannya. Lebih lanjut, Ade Suryaman menegaskan bahwa Kecamatan Kabandungan menyimpan potensi besar, terutama di sektor pertanian dan pariwisata. Keindahan alamnya dinilai mampu bersaing dengan destinasi populer seperti Puncak Bogor. “Dalam satu hari saja, wilayah ini bisa memproduksi hingga 15 ton hasil bumi. Ini peluang besar untuk peningkatan ekonomi masyarakat,” ungkapnya. Pemerintah daerah juga membawa kabar positif dalam kegiatan ini. Sebanyak 843 bidang tanah di Kabandungan kini telah memiliki sertifikat resmi. Hal ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. “Legalitas lahan adalah bentuk perlindungan atas hak-hak warga. Ini penting agar tidak terjadi sengketa di masa mendatang,” tutup Sekda. Kegiatan ini dihadiri pula oleh unsur Forkopimda, Forkopimcam, serta masyarakat setempat yang antusias mengikuti rangkaian acara dari awal hingga akhir. (DICKY)
Kabupaten Cirebon, Bidik-kasusnews.com — Terletak di perbatasan antara Kabupaten Cirebon dan Kuningan, Desa Matangaji kini menjelma menjadi primadona baru dalam sektor wisata dan pengembangan potensi desa. Tak hanya menyimpan sejarah masa lampau yang kuat, desa ini juga memiliki kekayaan alam dan budaya yang terus digarap secara serius oleh pemerintah desa setempat. Nama Matangaji bukan sekadar nama biasa. Menurut catatan masyarakat setempat, desa ini ditemukan oleh salah satu pangeran atau sultan di masa lalu dalam perjalanannya menyusuri wilayah Cirebon. Ia singgah dan menamai daerah ini dengan sebutan Matangaji, nama yang terus bertahan hingga hari ini. Lebih dari itu, desa ini menyimpan 28 situs patilasan dan makam keramat, menjadikannya tujuan spiritual dan ziarah dari berbagai penjuru daerah. Secara administratif, Matangaji berada di Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, dengan luas wilayah mencapai 248,175 hektare. Letaknya yang strategis di kawasan dataran tinggi, tepat di jalur penghubung utama antara Sidawangi dan Mandirancan, menjadikan desa ini kaya akan panorama pegunungan dan udara segar yang menjadi daya tarik tersendiri. Kuwu Matangaji, Rusnadi, menyampaikan bahwa sejak awal kepemimpinannya, ia berkomitmen membangun desa ini menjadi kawasan mandiri dan maju. Salah satu fokus utamanya adalah mengembangkan potensi wisata alam. Salah satu buktinya adalah pembangunan kolam renang dengan pemandangan bukit-bukit hijau yang kini mampu menarik hingga 700 pengunjung per hari. “Semua pembangunan dilakukan secara bertahap, murni dari dana desa dan Pendapatan Asli Desa (PAD). Termasuk perbaikan jalan-jalan desa agar pengunjung nyaman dan akses mudah dijangkau,” ujar Rusnadi saat ditemui di kantor desa. Tak hanya wisata, Matangaji juga dikenal produktif dalam sektor pertanian dan peternakan. Desa ini menjadi sentra budidaya ikan konsumsi dan ikan hias seperti koi, serta dikenal sebagai penghasil padi yang jarang gagal panen. Inovasi demi inovasi terus dilakukan untuk mendorong peningkatan ekonomi warga. Dengan kekayaan sejarah, potensi wisata, serta letak geografis yang menguntungkan, Desa Matangaji perlahan menjelma menjadi ikon baru pariwisata dan desa mandiri di Kabupaten Cirebon. (Rico)
Cireb,Bidik-kasusnews.com – Kesabaran warga Cirebon Timur akhirnya mencapai batas. Bertahun-tahun menanti perbaikan jalan yang tak kunjung terealisasi, warga menggelar aksi protes unik sekaligus penuh sindiran, Sabtu (12/4/2025). Dimulai dari Desa Gebang Ilir, Kecamatan Gebang, aksi ini mencuri perhatian publik. Warga menabur ikan lele di lubang-lubang jalan sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah daerah yang dianggap abai terhadap kondisi infrastruktur. Meski diguyur hujan deras, konvoi kendaraan tetap melaju hingga ke Kecamatan Babakan—menandakan kemarahan warga yang sudah tak terbendung. “Ini murni aksi kepedulian masyarakat. Jalan ini rusak sejak 2018. Dulu dijanjikan akan diperbaiki pada 2022 oleh Bupati, tapi hingga kini tak ada realisasi,” tegas H. Dade Mustofa Efendi, koordinator aksi. Menurut Dade, jalan rusak yang dimaksud bukan sekadar jalur alternatif, melainkan akses utama menuju rumah sakit, sekolah, dan pasar tradisional. Kondisinya yang dipenuhi lubang dan genangan air menjadi ancaman nyata bagi keselamatan warga. “Kalau pemerintah tak sanggup kelola APBD atau melobi pusat, berarti Pemerintah gagal. Hari ini kami turun karena janji hanya tinggal janji,” lanjutnya. Aksi ini tak hanya keras, tapi juga kreatif. Selain tabur lele, warga menggelar potong tumpeng dan mandi rumput sebagai sindiran terhadap perayaan Hari Jadi Kabupaten Cirebon ke-543. “Pemerintah bilang Cirebon mentereng, tapi bagi kami Cirebon Timur tetap gupak (kotor). Kalau jalan masih seperti ini, di mana letak kemewahannya?” ujar Dade menyindir. Warga menolak solusi tambal sulam. Mereka menuntut betonisasi sebagai bentuk perbaikan permanen, mengingat pentingnya fungsi jalan dan beban kendaraan yang melintasinya setiap hari. “Kami ingin kualitas jalan yang layak. Bukan solusi setengah hati. Betonisasi adalah kebutuhan, bukan kemewahan,” tegas Dade. Aksi ini mendapat respons langsung dari Wakil Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Teguh Rusiana Merdeka, yang hadir di lokasi. Ia mengapresiasi keberanian warga dan menyatakan bahwa DPRD telah mengalokasikan anggaran sekitar Rp10 miliar untuk betonisasi jalan hingga ke ujung Jalan Parbuara. “Saya mewakili DPRD mengucapkan terima kasih atas gerakan ini karena berhasil membuka mata Pemerintah. Tapi ini masih dalam proses. Jika hingga Agustus belum juga dikerjakan, jangan salahkan masyarakat jika kembali turun ke jalan,” ujar Teguh. Aksi warga Cirebon Timur bukan sekadar protes atas jalan rusak. Ini adalah simbol perlawanan terhadap ketimpangan pembangunan—sebuah jeritan dari rakyat yang merasa dilupakan. Kini, publik menunggu: akankah Pemerintah menepati janjinya, atau kembali menutup mata terhadap penderitaan warga? Asep Rusliman
Kuningan, Bidik-kasusnews.com – Membangun desa tak cukup hanya dengan anggaran dan rencana. Perlu pemimpin yang mampu menggugah, menggerakkan, dan mempersatukan semangat warganya. Di Desa Margabakti, Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan, nama Asep Sewi Batara menjadi tokoh sentral dalam upaya tersebut. Sebagai Kepala Desa, Asep dikenal tegas, progresif, dan berpandangan jauh ke depan. Ia memegang teguh prinsip bahwa pembangunan tak akan berhasil tanpa partisipasi aktif masyarakat. Karena itu, berbagai program pembangunan dan pemberdayaan yang dijalankannya selalu dimulai dengan musyawarah bersama warga. “Setiap keputusan yang kami ambil berangkat dari kesepakatan bersama. Pembangunan adalah milik semua, bukan hanya pemerintah desa,” ujar Asep saat berbincang dengan awak media. Desa Margabakti terus berbenah mengikuti perkembangan zaman. Asep memacu perbaikan infrastruktur, mendorong inovasi pelayanan publik, dan memprioritaskan pemberdayaan masyarakat lokal. Langkah-langkah ini sejalan dengan semangat Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Namun, Asep tak hanya bicara soal fisik bangunan atau angka program. Ia menekankan pentingnya pelayanan yang humanis dan optimal kepada warga. “Pemimpin desa adalah pelayan. Tugas kita melayani, bukan dilayani,” ucapnya. Salah satu tantangan yang ia soroti adalah akses jalan menuju Desa Margabakti yang sudah sangat memprihatinkan. Ia berharap pemerintah daerah hingga pusat memberikan perhatian lebih agar konektivitas antar desa lebih baik dan menunjang aktivitas warga. Asep menyadari bahwa memimpin adalah amanah, bukan kehormatan semata. “Saya sudah disumpah, itu janji saya kepada masyarakat dan kepada Tuhan. Maka saya harus menjadikan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,” tegasnya. Meski Margabakti berada jauh dari pusat pemerintahan kabupaten, Asep menolak desanya tertinggal. Dengan semangat gotong royong dan komitmen pada pelayanan, ia membuktikan bahwa desa di pelosok pun bisa bergerak maju sejajar dengan desa lainnya.(Agus)
Kuningan, Bidik-kasusnews.com — Ketika bicara soal kepemimpinan desa yang membumi namun berkualitas, nama Juned Junaedi tak bisa dilewatkan. Kepala Desa Kertawana, Kecamatan Kalimanggis, Kabupaten Kuningan ini dikenal sebagai sosok pendiam namun penuh tekad, dengan dedikasi tinggi dalam membangun masyarakatnya. Meski tampil sederhana, Juned punya komitmen besar dalam memberdayakan dan menyejahterakan warga. Ia percaya bahwa kekuatan desa terletak pada gotong royong dan partisipasi aktif masyarakat. “Membangun desa tidak bisa sendiri. Harus bersama, harus ada kebersamaan,” tuturnya saat ditemui awak media baru-baru ini. Sebagai pemimpin, Juned Junaedi memilih untuk lebih banyak bekerja daripada berbicara. Ia bukan hanya mengatur dari balik meja, tapi juga hadir langsung di tengah masyarakat, mendengarkan aspirasi, dan menuntaskan masalah secara langsung. Salah satu fokus utama Juned adalah menggerakkan potensi lokal demi kemajuan desa. Program-program pemberdayaan masyarakat terus digulirkan, dengan dukungan penuh dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), dan elemen desa lainnya. Tak sendiri, Juned juga didampingi oleh Lani, Sekretaris Desa yang dikenal cekatan dan ikhlas dalam menjalankan tugasnya. Duet kepemimpinan ini menciptakan harmoni dalam tata kelola pemerintahan desa, menjadikan Kertawana sebagai desa yang dinamis dan progresif. “Desa Kertawana tidak boleh tertinggal. Kami ingin mengejar ketertinggalan dan bahkan sejajar dengan desa-desa lain yang sudah lebih maju. Untuk itu, sinergi semua pihak adalah kunci,” tegas Juned. Konsistensinya dalam menggugah kesadaran masyarakat dan menyelaraskan semua lini pembangunan membuatnya layak disebut sebagai tokoh masyarakat. Kepemimpinannya bukan sekadar soal jabatan, melainkan tentang tanggung jawab dan dedikasi yang dijalankan dengan hati. Dengan cara kerja yang terarah, pendekatan humanis, serta komitmen pada kemajuan bersama, Juned Junaedi membuktikan bahwa menjadi pemimpin desa bukan hanya soal posisi, melainkan soal aksi nyata demi perubahan.(Rajak)
.Kuningan, Bidik-kasusnews.com – Di tengah dinamika pembangunan desa yang semakin kompleks, sosok Maman Abdurrahman, Kepala Desa Kadugede, Kabupaten Kuningan, tampil sebagai pemimpin yang membumi namun penuh visi. Karakter pribadinya yang ramah dan bersahaja tak menyurutkan wibawanya sebagai figur yang dihormati warga. Kepemimpinan Maman tak lahir dari ambisi pribadi, melainkan dari kepercayaan tulus masyarakat Desa Kadugede. Dengan tekad kuat menjadi pemimpin yang amanah, Maman dikenal selalu mengedepankan kepentingan warganya dalam setiap kebijakan. “Menjadi kepala desa bukan sekadar jabatan, tapi amanah yang harus saya pertanggungjawabkan, bukan hanya di dunia, tapi juga di hadapan Tuhan,” ucap Maman saat ditemui tim media dalam bincang santai di kantor desa. Sejak menakhodai desa, Maman telah mendorong berbagai kemajuan signifikan, mulai dari pelayanan publik yang semakin responsif, hingga pembangunan infrastruktur yang merata. Ia dikenal sebagai sosok yang aktif turun ke lapangan, mendengar keluh kesah warga, dan sigap memberikan solusi. Desa Kadugede sendiri merupakan bagian dari Kecamatan Kadugede, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Letaknya yang strategis membuat peran kepemimpinan Maman menjadi sangat penting dalam menjaga stabilitas sosial dan geliat pembangunan desa. Warga sekitar pun menilai Maman bukan sekadar pemimpin, tapi juga sahabat dan pelindung. Ia mampu menciptakan kedekatan emosional dengan masyarakat tanpa mengorbankan integritasnya sebagai kepala desa. Dengan gaya kepemimpinan yang luwes namun tegas, Maman Abdurrahman diyakini mampu membawa Desa Kadugede menuju arah yang lebih maju dan berdaya saing tinggi, tanpa meninggalkan akar nilai budaya dan semangat gotong royong yang selama ini menjadi ruh desa.(Rajak)