Cirebon Bidik-kasusnews.com,.Jajaran Polresta Cirebon mengamankan dua pengedar narkoba jenis sabu-sabu berinisial AM (43) dan TS (61). Pelaku diamankan di rumahnya yang berada wilayah Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon, pada Senin (7/7/2025) kira-kira pukul 21.20 WIB. Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, S.I.K, S.H, M.H, mengatakan, jajarannya turut mengamankan sejumlah barang bukti dari keduanya. Diantaranya tiga paket sabu-sabu yang beratnya mencapai 2,18 gram, handphone, dan lainnya. Menurutnya, petugas pun langsung mengamankan kedua tersangka berikut barang bukti tersebut untuk keperluan pemeriksaan lebih lanjut. Hingga kini, keduanya juga masih menjalani pemeriksaan intensif di Mapolresta Cirebon. “Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 114 Juncto Pasal 112 UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkoba dan diancam hukuman maksimal 12 tahun penjara,” ujar Kombes Pol Sumarni, S.I.K, S.H, M.H, Selasa (8/7/2025). Pihaknya memastikan, jajaran Polresta Cirebon tidak akan berhenti memberantas kasus peredaran gelap dan penyalahgunaan narkoba maupun obat-obatan terlarang lainnya termasuk OKT di wilayah Kabupaten Cirebon. “Kami juga meminta peran aktif masyarakat Kabupaten Cirebon untuk segera melaporkan tindak kejahatan narkoba melalui Layanan Call Center 110 Polresta Cirebon,” kata Kombes Pol Sumarni, S.I.K, S.H, M.H. (Asep Rusliman)
Bidik-kasusnews.com,Pontianak Kalimantan Barat Dalam rangka Kunjungan Kerja pada hari Senin, 7 Juli 2025 Jaksa Agung Republik Indonesia, Bapak ST. Burhanuddin, melakukan rangkaian Kunjungan Kerja (kunker) di Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. Dalam kunjungan ini, beliau didampingi oleh Karopeg, Kapuspenkum, Asisten Khusus dan Asisten Umum. Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Ahelya Abustam, SH.MH beserta para Asisten dan Kabag TU turut mendampingi sepanjang rangkaian kegiatan kunjungan kerja tersebut. Rangkaian kunjungan kerja dimulai dari Kejaksaan Negeri Mempawah, Kejaksaan Negeri Pontianak dan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, untuk melakukan monitoring dan evaluasi terkait kinerja di masing-masing bidang di lingkungan Kantor Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat melalui Kasi Penkum I Wayan Gedin Arianta, SH.MH menyampaikan kunjungan kerja ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan Agung RI dalam memperkuat koordinasi, meningkatkan pengawasan, serta memastikan optimalisasi kinerja jajaran Kejaksaan di daerah. Diharapkan, kehadiran langsung Jaksa Agung dapat memberikan semangat dan motivasi kepada seluruh insan Adhyaksa di Kalimantan Barat untuk tetap bersemangat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat utamanya terkait penegakan hukum, Dalam arahannya yang disampaikan pada hari Selasa 8 Juli 2025 dihadapan Seluruh Pegawai di Wilayah Kejati Kalbar, Jaksa Agung mengapreasiasi capaian dari Kejati Kalbar dan mengingatkan jajarannya bahwa tantangan ke depan jauh lebih berat dan menuntut kerja yang lebih efektif, efisien, serta akuntabel. Jaksa Agung juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh insan Adhyaksa di lingkungan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat atas dedikasi, kerja keras, dan loyalitas yang telah diberikan untuk institusi. Peran aktif dan kontribusi nyata dari seluruh elemen di jajaran Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat telah memberikan dampak yang signifikan baik terhadap capaian kinerja maupun dalam upaya menjaga dan memperkuat citra Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang profesional, berintegritas, dan dipercaya oleh masyarakat. Kejaksaan berkomitmen untuk mendukung program kerja Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029, khususnya yang termuat dalam butir ke-7 Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden, yaitu memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba. Kejaksaan juga terus mendukung kinerja pemerintah dalam melakukan perbaikan tata kelola pada meningkatkan tubuh pemerintahan guna kepercayaan masyarakat, dengan melibatkan Kejaksaan berdasarkan tugas dan wewenang kita. Dukung dan laksanakan program-program pemerintah pusat maupun daerah, untuk mencapai tujuan besar, Indonesia Emas 2045. Bidang Pembinaan per tanggal 3 Juli 2025 jumlah serapan anggaran di lingkungan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat telah mencapai 52,78% (lima puluh dua koma tujuh puluh delapan persen), namun masih adanya Satuan Kerja yang penyerapan anggarannya belum optimal, saya menginstruksikan kepada seluruh Kepala Satuan Kerja untuk mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mengakibatkan lambatnya penyerapan anggaran tersebut serta merumuskan langkah-langkah strategis dan efektif guna mempercepat dalam penyerapan anggaran dan anggaran dapat dimanfaatkan secara maksimal. Dari sisi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), realisasi per tanggal 3 Juli 2025, sebesar 120,59% (seratus dua puluh koma lima puluh sembilan persen) berarti sudah melebihi dari target yang ditetapkan. Jaksa Agung secara spesifik menyampakan arahan ke setiap bidang di Kejati Kalbar. Kepada Bidang Intelijen Kejati Kalbar, Jaksa Agung mengingatkan tentang program Jaksa Mandiri Pangan dan pengawasan Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai fokus utama.Dalam menyukseskan program MBG, Kejati Kalbar diperintahkan mengoptimalisasi lahan sitaan untuk pertanian melalui peningkatan koordinasi dengan Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan RI dan pemerintah daerah. Untuk program MBG, saya meminta kepada jajaran bidang Intelijen untuk melakukan langkah-langkah koordinatif sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dengan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota, koperasi, serta para pemangku kepentingan di daerahnya, ujar wayan” Bidang Pidum, Jaksa Agung tegas menyatakan agar penanganan setiap perkara dapat dilaksanakan secara cepat, tepat, dan tuntas hingga eksekusi. Tetap kedepankan hati nurani dalam penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif, jaga integritas dalam tiap tahapannya. Kinerja bidang Tindak Pidana Khusus selalu menarik atensi publik. Keberhasilan penanganan tindak pidana korupsi menjadi harapan bagi masyarakat luas. Oleh karena itu saya berharap, khususnya pada penanganan perkara tindak pidana korupsi di wilayah Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat jangan sampai terlalu timpang dengan kinerja di Kejaksaan Agung. Tunjukan bahwa semangat pemberantasan korupsi Kejaksaan dilakukan mulai dari Pusat hingga ke daerah. Bidang Datun agar seluruh jajaran Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dalam pelaksanaan Tugas Rencana Aksi Program Prioritas Nasional melaporkan hasil kegiatan secara berkala dan melaksanakan secara optimal karena kegiatan tersebut langsung dilaporkan kepada Kepala Staf Presiden (KSP). Tingkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan dalam bidang perdata dan tata usaha negara, dengan berperan aktif dalam memberikan pendampingan hukum kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang mengajukan permohonan pendampingan hukum, serta dengan surat kuasa khusus bertindak untuk dan atas nama Negara atau Pemerintah, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Bidang pengawasan harus menjadikan paradigma bahwa keberhasilan pengawasan itu bukan didasarkan pada seberapa banyak jumlah pegawai yang diberikan sanksi, melainkan tolak ukur keberhasilan pengawasan itu, dilihat pada konsistensi kepatuhan pegawai terhadap kode etik perilaku dan aturan internal dalam setiap pelaksanaan tugas dan fungsinya, yang pada muaranya akan menghasilkan kualitas kerja yang optimal. Jaksa Agung juga memberikan perhatian pada Bidang Pengawasan menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap pelaporan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) dan penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Diharapkan, kehadiran langsung Jaksa Agung dapat memberikan semangat dan motivasi kepada seluruh insan Adhyaksa di Kalimantan Barat untuk tetap bersemangat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat utamanya terkait penegakan hukum. Sumber : Kasi Penkum Kejati Kalbar , I Wayan Gedin Arianta, SH.MH Wartawan Nur Auliya
JATENG:Bidik-kasusnews.com Yogyakarta, 9 Juli 2025 — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali informasi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) pencairan kredit usaha fiktif di PT BPR Bank Jepara Artha. Pada Selasa (8/7), penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga saksi di Polda D.I. Yogyakarta, namun satu di antaranya harus dijadwalkan ulang. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo,saat dikonfirmasi Bidik-kasusnews via WhatsApp pada Rabu (9/7/2025) menyampaikan bahwa dua dari tiga saksi memenuhi panggilan dan memberikan keterangan terkait kepemilikan tanah yang diduga berkaitan dengan aset tersangka. “Dua saksi hadir yakni Joko Setyadi dan Satria Eri Wibowo, keduanya pejabat dari Kantor Pertanahan di wilayah Yogyakarta dan Klaten,” ujar Budi. Kedua saksi yang hadir: 1. Joko Setyadi – Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa, Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten 2. Satria Eri Wibowo – Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa, Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta Keduanya diminta keterangan seputar riwayat kepemilikan lahan milik tersangka yang diduga menjadi bagian dari aset dalam proses pencairan kredit fiktif. Sementara itu, satu saksi lainnya, Ahmad Miska Al-Wafda, seorang wirausaha sekaligus pemilik barbershop BARBERCOF, tidak dapat menghadiri pemeriksaan dan akan dijadwalkan ulang. KPK menegaskan bahwa pemanggilan saksi dilakukan untuk memperkuat bukti-bukti dalam penyidikan, khususnya dalam menelusuri aliran dana dan aset yang terkait dengan dugaan korupsi di lingkungan BPR milik Pemkab Jepara tersebut. Proses penyidikan masih terus berjalan dan KPK membuka kemungkinan adanya saksi-saksi tambahan dalam waktu dekat. (Wely-jateng)
JATENG:Bidik-Kasusnews.com Jepara, – Suasana ruang sidang Pengadilan Negeri Jepara memanas saat digelar sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana di bidang lingkungan hidup terkait aktivitas Galian C di Desa Pancur, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara. Dalam persidangan yang digelar Di raung cakra pada Selasa (8/7/2025), salah satu saksi yang dihadirkan, Kepala Desa Pancur Muh. Arif Asaruddin, mendapat teguran keras dari Majelis Hakim. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jepara menghadirkan lima orang saksi dalam sidang yang menyidangkan dua terdakwa, Agus Wibowo (60) dan Martin Arie Prasetya (43). Namun, hanya tiga saksi yang hadir, yakni: Helmi Ferdian, S.Si., M.Si. (Seksi Perencanaan dan Kajian Dampak Lingkungan, DLH Jepara) Widodo, S.T. (Kabid Tata Ruang DPUTR Jepara) Muh. Arif Asaruddin, S.M. (Kepala Desa Pancur) Dua saksi lainnya, yaitu Aris Muranto (Kepala Desa Gemiring Lor) dan Kresnanto Wibowo, tidak hadir dalam sidang tersebut. Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Erven Langgeng Kaseh, S.H., M.H., menyoroti kesaksian Muh. Arif Asaruddin karena beberapa pernyataan yang dianggap tidak konsisten. Saat ditanya mengenai aktivitas tambang di wilayahnya dan kontribusi kepada desa, saksi menyatakan tidak mengetahui keberadaan tambang serta menyebutkan bahwa desa tidak menerima kontribusi apapun dari aktivitas tersebut. Pernyataan itu membuat Majelis Hakim meragukan kesaksian saksi, apalagi diketahui bahwa dua perangkat desa sempat berada di lokasi tambang. Hakim pun mempertanyakan bagaimana seorang kepala desa tidak mengetahui kegiatan pertambangan yang terjadi di wilayahnya sendiri. > “Bagaimana saksi bisa tidak tahu soal tambang, padahal Anda memerintahkan dua perangkat desa ke lokasi? Gakkum KLHK saja tahu. Mengapa Anda membiarkannya beroperasi padahal tidak ada kontribusi untuk desa?” tegas Ketua Majelis Hakim. Karena jawaban yang dianggap tidak logis dan berbelit-belit, Majelis Hakim beberapa kali memperingatkan saksi agar tidak memberikan keterangan palsu. Bahkan, saksi sempat dikoreksi setelah meralat pendidikan terakhirnya dari SMA menjadi Sarjana Manajemen. > “Saya peringatkan saudara saksi untuk tidak terus memberikan jawaban berbelit-belit. Ingat, saudara telah disumpah. Memberikan kesaksian palsu bisa dikenakan pidana,” ujar hakim dengan nada tegas. Menanggapi situasi tersebut, Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk kembali menghadirkan saksi Muh. Arif Asaruddin pada persidangan berikutnya, bersama dua saksi yang sebelumnya mangkir. > “Hadirkan dia kembali, Pak Jaksa, pada sidang selanjutnya. Saksi ini harus dihadirkan bersama dua saksi lain yang tidak hadir hari ini,” perintah Ketua Majelis Hakim. Sidang lanjutan dijadwalkan pada Kamis, 10 Juli 2025, di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Jepara dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi-saksi. Sementara itu, Ketua Ajicakra Indonesia, Tri Hutomo, turut menanggapi dinamika persidangan. Ia menekankan pentingnya menghormati proses hukum dengan memberikan keterangan yang jujur. > “Kami berharap semua pihak dapat menghormati persidangan. Apalagi kesaksian diberikan di bawah sumpah. Jika ditemukan adanya keterangan palsu yang merugikan terdakwa, sesuai Pasal 242 Ayat 2 KUHP, pelakunya bisa dipidana hingga sembilan tahun,” jelasnya. Kasus ini menjadi sorotan publik Jepara, terutama karena menyangkut pengelolaan sumber daya alam di tingkat desa yang dinilai kurang transparan dan minim pengawasan.(Wely-jateng)
Bidik-kasusnews.com,Kubu Raya Kalimantan Barat Rabu–09-Juli-2025 Ketegangan sosial kembali mencuat di wilayah Rasau Jaya Umum, Sekunder C, Kabupaten Kubu Raya. Puluhan warga mendatangi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Herman Hofi Law guna meminta pendampingan hukum atas konflik lahan yang telah mereka garap selama lebih dari dua dekade. Warga mengaku resah dan merasa diintimidasi oleh pihak tertentu yang mengklaim sepihak atas tanah yang telah mereka kelola dan tanami selama ini. Menurut pengakuan warga, kelompok yang mengklaim lahan tersebut tidak hanya mengusir secara verbal, tapi juga membawa alat berat ekskavator dan merusak tanaman produktif seperti sawit, nanas, dan berbagai komoditas sayur-mayur. Setelah bertahun-tahun kami tanami, datang orang yang bilang itu tanah mereka. Mereka bawa exzavator, tanaman kami diratakan begitu saja. Sawit, sayur, semua hancur,” ujar seorang warga dengan nada geram. Dr. Herman Hofi Munawar, Ketua LBH Herman Hofi Law, menyampaikan bahwa sengketa agraria seperti ini dapat berkembang menjadi konflik horizontal yang serius apabila dibiarkan tanpa penyelesaian hukum yang adil dan tegas. Ini bukan pertama kalinya. Tahun 2015 pernah terjadi kejadian serupa dan pihak pemerintah sudah mencoba mediasi. Tapi kelompok pengklaim justru mangkir. Sekarang mereka kembali, dengan alat berat, langsung merusak lahan. Ini jelas-jelas melanggar hukum dan mengancam ketertiban,” tegas Herman. Ironisnya, laporan warga ke Polsek setempat diduga ditolak hanya karena warga tak memiliki sertifikat hak milik (SHM) atau Surat Pernyataan Tanah (SPT). Hal ini menuai kritik tajam dari Herman. Apa logika hukum kita hari ini? Apakah yang tak punya sertifikat tak boleh melapor saat dirugikan? Bukankah laporan pidana adalah hak semua warga negara? Ini bentuk diskriminasi hukum,” tambahnya. LBH Herman Hofi Law secara resmi akan mengajukan pengaduan ke Kapolres Kubu Raya dan Propam Polda Kalbar atas penolakan tersebut, karena dinilai melanggar asas perlindungan terhadap warga negara yang sedang mencari keadilan. Desakan Hentikan Aktivitas Alat Berat dan Perlindungan Hukum Segera Warga bersama LBH mendesak aparat kepolisian dan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya untuk menghentikan aktivitas sepihak, terutama operasi alat berat di atas lahan sengketa, demi mencegah konflik terbuka di lapangan. Kami hanya ingin tenang menggarap tanah kami. Jangan paksa kami turun ke lapangan menghadapi mereka. Kami tak mau rusuh. Tapi kalau tidak ditindak, ini bisa meledak,” ucap seorang warga perempuan dengan suara bergetar. Pasal 385 KUHP tentang penguasaan tanah tanpa hak. UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM – hak atas tempat tinggal dan penghidupan layak. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 tentang hak masyarakat adat dan penggarap atas lahan garapan. Pasal 170 KUHP tentang perusakan barang secara bersama-sama (termasuk tanaman produktif). UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Pasal 21 dan 55 terkait perusakan tanaman produktif. Dr. Herman Hofi Munawar, dalam kapasitasnya sebagai pengamat hukum dan kebijakan publik Kalbar, menegaskan bahwa persoalan konflik agraria di Kubu Raya perlu ditangani dengan pendekatan hukum yang berpihak pada keadilan substantif, bukan sekadar formalitas sertifikat. Negara tidak boleh abai terhadap penderitaan petani kecil. Bila hukum hanya tunduk pada sertifikat tanpa melihat sejarah penguasaan fisik dan niat baik warga, maka hukum itu cacat secara sosial,” tutup Herman. Sumber : Dr Herman Hofi Munawar Law Wartawan Mulyawan